MAKASSAR, Radarinspirasi.com – Enam anggota Satuan Sabhara Polrestabes Makassar yang diduga terlibat dalam penganiayaan, pemerasan, dan pelecehan terhadap seorang pemuda hingga kini belum menjalani sidang etik.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menjelaskan bahwa sidang etik belum dilaksanakan karena pihak Propam Polrestabes Makassar masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi. “Belum (sidang etik), baru kemarin (ditahan). Kami perlu memeriksa saksi-saksi,” ungkap Arya saat dikonfirmasi oleh awak media pada Rabu (4/6/2025).
Selain itu, Arya juga menyatakan bahwa berkas perkara untuk enam polisi tersebut masih belum lengkap untuk dibawa ke persidangan. “Kami harus melengkapi berkas,” tambahnya singkat.
Perlu diketahui, tindakan yang dilakukan oleh enam personel polisi ini mirip dengan perilaku preman, di mana mereka melakukan penganiayaan, pelecehan, dan pemerasan terhadap masyarakat kecil.
Korban dalam insiden ini adalah Yusuf Saputra (20), yang merupakan warga Dusun Parang Boddong, Desa Boddia, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Akibat tindakan mereka, enam anggota polisi kini sedang menjalani proses etik di Polrestabes Makassar.
Peristiwa tragis yang menimpa Yusuf terjadi saat ia sedang bersantai menikmati suasana pasar malam di kampungnya pada Selasa, 27 Mei 2025. Sekitar pukul 22.00 Wita, sekelompok orang bertubuh tinggi yang membawa senjata mendekatinya dan mengamankannya.
“Tiba-tiba, sekitar enam orang (polisi) datang, menodongkan senjata ke kepala saya, dan langsung memukuli saya,” ungkap Yusuf kepada awak media baru-baru ini. Salah satu dari enam polisi tersebut dikenali oleh Yusuf, yaitu Bripda A. Yusuf kemudian dibawa ke lokasi yang sepi menggunakan mobil, di mana ia diikat seperti pelaku kejahatan dan mengalami penganiayaan serta pelecehan.
Di tempat yang sepi, saya diikat, dianiaya, dan dipaksa untuk melepas semua pakaian, mulai dari baju, celana, hingga celana dalam,” ungkapnya. Intimidasi yang dialami Yusuf tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga tekanan untuk mengaku sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika.
Yusuf dipaksa untuk mengakui bahwa narkotika jenis tembakau sintetis yang dibawa oleh Bripda A adalah miliknya. Namun, Yusuf tetap bersikukuh bahwa dia tidak pernah menyentuh barang terlarang tersebut. Selama kurang lebih tujuh jam, Yusuf ditahan oleh enam polisi yang brutal. Akhirnya, para polisi itu menghubungi keluarga Yusuf untuk meminta uang tebusan.
“Awalnya mereka meminta Rp 15 juta, tetapi keluarga saya tidak mampu membayar sebanyak itu. Kemudian, mereka menurunkan jumlahnya menjadi Rp 5 juta, namun tetap ditolak oleh keluarga karena tidak sanggup,” jelasnya. Yusuf akhirnya dibebaskan setelah keluarganya membayar uang tunai sebesar Rp 1 juta kepada oknum polisi tersebut. (Red-Radarinspirasi)