Aipda AY Mangkir 201 Hari Dipecat

Ke Mana Saja Pengawasannya?

Hukrim6 Dilihat
banner 468x60

BANDAR LAMPUNG, Radarinspirasi.com – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandar Lampung telah resmi memberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) salah satu anggotanya, Aipda AY, karena terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri. Aipda AY diketahui telah absen dari tugas selama 201 hari berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay, Kapolresta Bandar Lampung, dalam konferensi pers yang diadakan hari ini, menyatakan bahwa keputusan ini merupakan langkah yang sulit namun diperlukan untuk menegakkan disiplin dan martabat institusi.

banner 336x280

“Ini adalah wujud komitmen pimpinan Polri untuk menindak tegas setiap pelanggaran. Kami berharap ke depan, anggota Polresta Bandar Lampung dapat menunjukkan prestasi yang baik, bukan justru melakukan pelanggaran,” ungkap Kombes Alfret pada Senin, 2 Juni 2025.

Pemecatan ini berdasarkan Pasal 14 ayat 1 huruf a dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 mengenai Pemberhentian Anggota Polri, dan diperkuat oleh Surat Keputusan Kapolda Lampung yang dikeluarkan pada 14 Mei 2025. Alfret menyatakan bahwa langkah tegas ini juga berfungsi sebagai peringatan serius bagi seluruh personel untuk lebih menghargai profesi mereka sebagai abdi negara.

Namun, di balik ketegasan ini, muncul sebuah pertanyaan: ke mana atasan dan rekan-rekan Aipda AY selama 201 hari terakhir? Meskipun Kapolresta telah menekankan pentingnya pengawasan internal oleh para atasan, publik berhak mempertanyakan: apakah tidak ada yang menyadari ketidakhadiran Aipda AY selama hampir tujuh bulan? Bukankah sistem pelaporan kehadiran dan patroli internal Polri sudah berbasis digital dan terorganisir dengan baik?

Jika seorang personel dapat absen berbulan-bulan tanpa terdeteksi sejak awal, maka yang perlu dievaluasi bukan hanya pelanggar tersebut, tetapi juga sistem pengawasan dan budaya kerja di dalam institusi. Tegas terhadap pelanggaran itu penting, tetapi mencegah pelanggaran sejak dini akan jauh lebih efektif dan elegan. Sanksi PTDH tentu merupakan langkah tegas yang diperlukan, namun jangan sampai publik melihatnya sebagai bentuk “cuci tangan” terhadap kelengahan sistemik. Jangan biarkan ada kesan bahwa pengawasan internal baru aktif setelah pelanggaran menjadi masalah yang serius.

Pelajaran untuk Semua
Kasus Aipda AY dapat menjadi cermin pahit bagi institusi kepolisian: ketika ketidakdisiplinan berkembang dan pengawasan menjadi lemah, yang muncul bukanlah profesionalisme, melainkan pembusukan dari dalam.

Kita semua tentu menginginkan Polri yang kuat, bersih, dan dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, para pemimpin dari tingkat Kapolsek hingga Kapolda seharusnya tidak hanya hadir dalam upacara dan konferensi pers.

Mereka juga perlu terlibat dalam pengawasan sehari-hari, pembinaan moral, dan perhatian terhadap kesejahteraan anggota. Seringkali, pelanggaran terjadi bukan hanya karena niat buruk, tetapi juga akibat lingkungan yang gagal mendidik dan mengoreksi sejak awal.

Semoga ini menjadi yang terakhir. Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan hanya karena beberapa titik lemah yang tidak segera diperbaiki. (Red-Radarinspirasi)

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *