Kronologi Kasatresnarkoba Barelang Divonis Seumur Hidup

Hukrim5 Dilihat
banner 468x60

BARELANG, Radarinspirasi.com – Mantan Kasatresnarkoba Polres Barelang, Komisaris Pol. Satria Nanda, dijatuhi vonis seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Batam pada Rabu, 4 Juni 2025. Ia terbukti membiarkan anak buahnya mencuri barang bukti narkoba untuk dijual.

Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Satria Nanda secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pemufakatan jahat dengan menjual sabu seberat lebih dari 5 gram secara berkelanjutan, serta melanggar ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

banner 336x280

Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hukuman mati untuk Satria Nanda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam, Ali Naek, menyatakan akan mengajukan banding atas keputusan majelis hakim tersebut.

“Karena tuntutan kami adalah hukuman mati, kami langsung menyatakan banding,” ujar Ali saat menjawab pertanyaan hakim mengenai putusan tersebut, seperti yang dilaporkan oleh Antara.

Pengacara terdakwa, Calvin Wijaya, meminta waktu untuk merespons putusan tersebut setelah berdiskusi dengan kliennya.

Setelah persidangan, Calvin menyatakan ketidakpuasannya terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada kliennya. Ia berharap agar di tingkat banding, keputusan untuk terdakwa Satria Nanda dapat lebih menguntungkan.

“Sejauh ini, kami masih mempertanyakan bukti-bukti yang mengaitkan terdakwa Satria Nanda, karena hingga kini tidak ada yang mendukung, dan para ahli juga menjelaskan perannya,” ujarnya.

Mengenai tidak adanya faktor yang meringankan bagi terdakwa, Calvin menilai bahwa keputusan hakim tersebut salah, karena dalam nota pembelaan telah dijelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah terlibat dalam tindak pidana seharusnya dianggap sebagai faktor yang meringankan.

“Menurut kami, putusan ini keliru. Dari sudut pandang pembuktian, tidak ada yang mendukung, sehingga kami sangat keberatan. Oleh karena itu, kami akan mengajukan banding dengan harapan putusan yang lebih baik,” tambahnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Kompol Satria Nanda karena terlibat dalam pemufakatan jahat untuk menjual narkotika golongan satu bukan tanaman (sabu) dengan total berat lebih dari 5 gram secara berkelanjutan.

Satria Nada beserta delapan anak buahnya, termasuk mantan Kanit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang, Shigit Shargo Edhi, serta tiga penyidik Subnit 1, yaitu Rahmadi, Fadillah, dan Wan Rahmat, telah diseret ke pengadilan. Empat anggota reserse lainnya, yaitu Ariyanto, Alex Chandra, Ibnu Ma’ruf Rambe, dan Jaka Surya, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Di luar jajaran kepolisian, dua terdakwa sipil yang berperan sebagai kurir dan bandar sabu, Aziz Martua Siregar dan Zulkifli Simanjuntak, masing-masing dituntut dengan pidana penjara selama 20 tahun.

Sidang di Pengadilan Negeri Batam, yang berlangsung terpisah, telah memvonis Shigit, Rahmadi, dan Fadillah dengan hukuman seumur hidup. Sementara itu, sidang putusan untuk terdakwa lainnya baru dilaksanakan hari ini.

Munculkan Efek Jera
Pemerhati Kepolisian, Poengky Indarti, menyambut positif keputusan majelis hakim tersebut, yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera. “Saya sangat menghargai putusan ini karena tegas dan diharapkan dapat memberikan efek jera,” ungkap Poengky pada Kamis (05/06/2025).

Mantan Komisioner Kompolnas menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang dan anggotanya termasuk dalam kategori kejahatan yang sangat serius dan merusak reputasi institusi Polri.

“Karena SN (Satria Nanda) dan rekan-rekannya, yang seharusnya menjadi penegak hukum dalam kasus narkoba, justru terlibat dalam kejahatan dengan menggunakan narkoba yang seharusnya mereka perangi,” ujarnya.

Dia menekankan bahwa pimpinan Polri harus bertindak tegas dan segera memproses anggota yang berani menyalahgunakan kewenangannya dengan berperan sebagai backing atau bandar narkoba.

“Pengawasan dari atasan langsung harus dilakukan dengan baik agar tidak ada anggota yang berani bermain-main dengan narkoba,” tambahnya.

Pledoi Satria Nanda
Mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, menyampaikan nota pembelaannya (pledoi) atas tuntutan hukuman mati yang diajukan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, pada Senin, 2 Juni 2025.

Nanda menjadi satu-satunya terdakwa yang menyampaikan pledoinya di hadapan majelis hakim dan jaksa setelah penasihat hukumnya membacakan nota pembelaan. Surat pembelaan tersebut ditulisnya di atas tiga lembar kertas.

“Pada kesempatan ini, saya sangat memohon agar majelis hakim mempertimbangkan dengan bijaksana dan objektif berdasarkan fakta-fakta persidangan dan ketentuan yang berlaku, disertai rasa kemanusiaan, agar saya dapat dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum,” ungkap Nanda.

Ia juga menambahkan bahwa jika majelis hakim menemukan adanya kesalahan atau kekhilafan dalam tindakannya terkait perkara ini, diharapkan dapat memberikan keringanan hukuman.

Saya memohon agar diberikan keringanan hukuman, mengingat saya belum pernah dihukum sebelumnya dan tidak pernah terlibat dalam kejahatan. Selama persidangan, saya selalu bersikap sopan dan tidak menghalangi jalannya proses hukum,” ungkap Nanda sambil menahan tangis.

Dalam pembacaan pembelaannya, alumni Akpol 2008 ini beberapa kali terisak, mengungkapkan bahwa kasus pidana yang dihadapinya telah menghancurkan mentalnya akibat tekanan dan pemberitaan negatif yang ditujukan kepadanya. Padahal, dia baru menjabat sebagai Kasatresnarkoba Polresta Barelang selama 1,5 bulan.

Selama 16 tahun berkarir di kepolisian, Nanda menjelaskan bahwa ia telah lama bertugas di Polairud, dan pada Mei 2024, ia ditugaskan sebagai Kepala Satresnarkoba Polresta Barelang.

“Saya terus merenung dalam keputusasaan, mempertanyakan semua tindakan yang ditujukan kepada saya. Tuduhan tersebut telah menghancurkan karier saya, mencoreng nama baik saya, serta merampas kebebasan saya, memaksa saya terpisah dari keluarga, istri, dan anak-anak selama proses hukum ini,” ujarnya.

Dia mengungkapkan kebingungannya terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang berani menuntutnya dengan hukuman mati. Selama persidangan, tidak ada barang bukti yang ditampilkan. Selain itu, dia juga tidak termasuk dalam grup WhatsApp yang digunakan oleh anggota Satresnarkoba Polresta Barelang, yang kini menjadi terdakwa.

“Apalagi, saya tidak berada di lokasi penangkapan. Jadi, bagaimana mungkin saya bisa dituduh oleh JPU dan dituntut hukuman mati? Apakah itu adil?” ujarnya dengan nada mempertanyakan.

Nanda juga menjelaskan bahwa saat laporan polisi terkait kasus ini dibuat, dia sedang menjalani penempatan khusus (patsus) karena pelanggaran etik, dan hingga saat ini, kasus tersebut belum mendapatkan kepastian hukum (banding).

Dia juga menyatakan bahwa saat ditetapkan sebagai tersangka, proses tersebut terjadi lebih awal dibandingkan dengan rekan-rekannya, tanpa disertai surat panggilan, surat perintah, atau surat penetapan tersangka. “Banyak hak saya sebagai tersangka yang tidak diberikan,” ungkap Nanda.

Dikejar Target Operasi?
Dalam berkas perkara yang dapat diakses melalui sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Batam, terungkap bahwa kasus ini berawal dari pernyataan Rahmadi kepada Fadillah. Rahmadi mengungkapkan bahwa ia mendengar dari kakaknya, Hendriawan (yang kini buron), bahwa akan ada pengiriman 300 kg sabu dari Malaysia pada Februari 2024.
Informasi ini kemudian disampaikan kepada Shigit sekitar bulan Mei 2024. Namun, Rahmadi kemudian mengoreksi bahwa jumlah narkoba yang akan masuk adalah 100 kg. Mereka juga membahas rencana untuk memberikan imbalan kepada sumber informasi, Hendriawan, sebesar Rp 20 juta untuk setiap kilogram sabu yang berhasil digerebek. Uang tersebut akan diambil dari hasil penjualan sabu sitaan sebanyak 10 kg.

Shigit kemudian menyampaikan informasi ini kepada Satria, yang baru saja dilantik sebagai Kasatserse Narkoba Polres Barelang. Pada saat itu, Satria menyarankan untuk mencari target operasi yang lebih kecil dan menanyakan apakah aman untuk menyisihkan barang bukti. Anggota timnya meyakinkan bahwa hal tersebut aman.

Meskipun demikian, ia masih merasa ragu dan meminta anak buahnya untuk mengejar target operasi yang lebih kecil. Namun, setelah Polda Kepulauan Riau mengumumkan pengungkapan kasus besar pada 29 Mei 2024, Wakapolres Barelang memberikan kritik kepada Satuan Reserse Narkoba Polres Barelang karena belum berhasil melakukan penangkapan besar.

Setelah mendengar sindiran tersebut, Satria meminta anak buahnya untuk menindaklanjuti informasi yang diberikan oleh Rahmadi. Operasi penangkapan sabu seberat 50 kg pun dilaksanakan, dan tim berhasil membawa 44 kg dalam 44 bungkus ke Barelang. Sebanyak 6 kg diambil oleh ‘orang pantai’ dari Malaysia, sehingga yang tersisa hanya 44 kg. Dari jumlah tersebut, 9 kg diambil sebagai imbalan untuk sumber informasi, Hendriawan, yang menunggu barang itu di Jakarta. Tindakan para polisi ini terungkap ketika pada 10 September 2024, sekitar pukul 11.20 WIB, anggota Polres Indragiri Hilir menangkap orang yang mereka suruh untuk menjual narkoba. (Red-Radarinspirasi)

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *