SURABAYA, Radarinspirasi.com – Musim kemarau seperti saat ini biasanya identik dengan musim layangan karena cuaca yang cerah disertai embusan angin kencang menjadi momen yang cocok untuk bermain bersama teman, kerabat, maupun keluarga.
Sama halnya di Surabaya, bermain layangan kini menjadi tren tersendiri yang digemari, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orangtua.
Tren ini tidak hanya menjadi angin segar bagi masyarakat setelah beraktivitas seharian, tetapi juga menjadi bulan panen cuan bagi para penjual layangan. Seperti halnya yang disampaikan salah seorang penjual layangan, Yuddan Fijar (32), yang biasa menawarkan dagangannya di sekitar area Pondok Candra, Kecamatan Waru, Sidoarjo.
Ia menuturkan bahwa musim layangan biasanya bertepatan dengan musim kemarau, antara bulan Juni hingga Agustus.
“Sebenarnya ini kan permainan musiman. Tapi setiap tahun intensitasnya itu enggak menentu. Kalau kata para penjual layangan yang sudah senior, biasanya ramainya di tahun-tahun ganjil, contohnya tahun ini,” kata Yuddan saat ditemui Kompas.com, Kamis (17/7/2025).
Keuntungan berlipat Pada tahun ini, Yuddan bisa meraup keuntungan hingga lebih dari 100 persen dibandingkan bulan-bulan lainnya. “Bisa untung lebih dari 100 persen, Mbak, berkali-kali lipat. Biasanya kalau di luar musim layangan paling sehari cuma sekitar 10 sampai 15 layangan yang laku, kalau sekarang sehari saja 1.000 layangan kita bawa bisa habis,” ucapnya.
Ditambah lagi, lahan kosong area Pondok Candra yang menjadi lokasi bermain layangan itu merupakan daerah perbatasan Surabaya dan Sidoarjo, sehingga banyak masyarakat dari kedua kota dan sekitarnya yang berkumpul di satu wilayah untuk bermain layangan.
Menurutnya, hal tersebut menjadi faktor pendorong penjualan layangannya tahun ini melesat tajam. Mulai pukul 15.30 sampai 17.00 WIB, sekitar 1.000 layangan ludes terjual, dengan kisaran harga layangan dibanderol mulai Rp 2.000 hingga Rp 6.000.
“Kalau yang biasa itu namanya layangan sayur Rp 5.000 dapat tiga, layangan sukhoi standar itu Rp 2.000, kalau layangan militan Rp 3.500. Kalau ini layangan turnamennya Rp 5.000 atau ada juga yang Rp 6.000,” katanya sambil menunjukkan beragam jenis layangan yang terpajang.
Namun, layangan-layangan tersebut tidak dibuatnya sendiri. Biasanya, Yuddan membelinya dari pengkulak sekitar 100 sampai 200 layangan per hari.
“Saya juga bisa membuat, tapi saya membuat bukan yang kualitas seperti ini, tapi yang lebih bagus. Karena kan saya harus ngelem sendiri, merakit sendiri,” tuturnya. Untuk layangan yang dia rakit sendiri, biasanya dalam sehari maksimal bisa menghasilkan 10 layangan dengan waktu pengerjaan sekitar satu jam per layangannya.(Red-Radarinspirasi)
























